PENGARUH PROSES PENGOLAHAN DAUN SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) DENGAN BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP KADAR β-KAROTEN Disusun untuk memenuhi tugas Gizi Kesehatan Masyarakat
PENGARUH PROSES PENGOLAHAN DAUN SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) DENGAN BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP
KADAR β-KAROTEN
Disusun untuk memenuhi tugas Gizi Kesehatan Masyarakat
Dosen Pengampu : Irwan Budiono, S.K.M., M.Kes
Oleh:
Wulan Khoirul Rohmah (6411414048)
Rombel : 2
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Defisiensi vitamin A adalah masalah gizi utama pada lingkungan miskin, terutama negara dengan penghasilan rendah. Menurut data WHO pada Global Prevalence of Vitamin A Deficiency in Populations at Risk 1995–2005,prevalensi rabun senja pada anak balita dan ibu hamil di dunia adalah 0,9% dan 7,8%. Pada wilayah Asia Tenggara, 0,5% (1,01 juta) balita dan 9,9% (3,84 juta) ibu hamil menderita rabun senja. Oleh karena defisiensi vitamin A menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di negara berkembang, perhatian terhadap sumber makanan dan kecukupan provitamin A meningkat.
Vitamin A berperan pada fungsi fisiologis tubuh, seperti fungsi penglihatan, diferensiasi sel, imunitas tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, dan reproduksi. Kebutuhan vitamin A pada pria dan wanita dewasa adalah 600 dan 500 µg RE per hari. Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan gangguan pada fungsi fisiologis tubuh, seperti rabun senja, kulit kering, keratinisasi, meningkatnya risiko infeksi akibat penurunan fungsi kekebalan tubuh, kegagalan pertumbuhan, dan meningkatnya risiko keguguran atau kesukaran dalam melahirkan.
Salah satu etiologi defisiensi vitamin A adalah kekurangan asupan vitamin A dari makanan, baik asupan makanan dari pangan hewani sebagai sumber vitamin A bentuk aktif dan pangan nabati sebagai sumber provitamin A. Vitamin A terdapat dalam pangan hewani berupa bentuk aktif (misalnya retinol) dan dalam pangan nabati berupa provitamin A (misalnya β-karoten). Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buah-buahan berwarna kuning-jingga, seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, dan pepaya.
β-karoten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif. β-karoten memiliki sifat kimia yang mirip dengan vitamin A, yaitu sensitif terhadap oksigen, cahaya, dan lingkungan asam. β-karoten mudah teroksidasi oleh cahaya, panas, logam, enzim, dan peroksida. Oksidasi β-karoten merupakan penyebab utama berkurangnya kadar β-karoten dalam bahan pangan. Perubahan warna pada keripik singkong atau wortel menunjukkan bahwa proses pengeringan bahan makanan menyebabkan oksidasi dan degradasi β-karoten sehingga warna pada bahan makanan pun berubah.
Pada banyak negara berkembang, sumber vitamin A dari pangan hewani sangat jarang dan mahal. Oleh karena itu, bahan pangan nabati menjadi sumber utama vitamin A. Salah satu bahan pangan nabati yang tinggi kandungan vitamin A adalah daun singkong. Daun singkong adalah bahan pangan yang murah, mudah ditanam, dan mudah didapat oleh masyarakat Indonesia. Daun singkong segar mengandung 3300 µg RE vitamin A (karotenoid) per 100 gramnya atau setara 550 µg RE all-trans-retinol sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan sumber vitamin A.
Menurut Bim Pusat Statistik luas panen tanaman singkong di Indonesia adalah 1.351.324 ha atau terdapat sekitar l3,5 milyar pohon. Dengan rata-rata hasil daun 0.5 kg per pohon maka jumlah daun singkong yang terbuang dapat mencapai sekitar 7 juta ton.
Di Indonesia, daun singkong dapat diolah dengan beberapa macam pengolahan, seperti perebusan dengan air garam, perebusan dengan air garam dilanjutkan perebusan dengan santan, serta perebusan dengan air garam dilanjutkan penumisan dengan minyak goreng. Daun singkong memiliki struktur fisik yang keras sehingga memerlukan proses pengolahan yang lama. Selain itu, daun singkong, memerlukan perebusan awal untuk menghilangkan zat antigizi HCN (asam sianida) yang berbahaya bagi kesehatan. Perebusan daun singkong yang sangat muda dapat dilakukan selama 5-10 menit, sedangkan perebusan daun yang tua, yang biasanya lebih keras dan mengandung lebih banyak asam sianida, memerlukan waktu yang lebih lama dan persiapan yang lebih hati-hati.
Pengolahan daun singkong dengan suhu tinggi (pengeringan) dapat merusak kandungan β-karoten sebesar 38%. Meskipun begitu, masakan daun singkong masih dapat memberikan kontribusi terhadap kebutuhan vitamin A. Daun singkong memiliki potensial terhadap kebutuhan vitamin A bila dimasak dengan tetap memperhatikan perlakuan yang benar untuk mencegah bertambah banyaknya β-karoten yang rusak dan hilang.
Meski sudah diketahui adanya penurunan kadar β-karoten dalam daun singkong yang dimasak, belum ada penelitian mengenai pengaruh pengolahan daun singkong di Indonesia terhadap kadar β-karoten. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian pengaruh variasi pengolahan daun singkong yang dilakukan di Indonesia terhadap kadar β-karoten.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah pengertian dari vitamin A ?
2. Bagaimanakah struktur kimia dari vitamin A ?
3. Apakah macam-macam sumber vitamin A ?
4. Apakah manfaat dari vitamin A bagi kesehatan tubuh ?
5. Apakah akibat jika mengalami defisiensi ataupun kelebihan vitamin A ?
6. Apa sajakah kandungan yang ada dalam daun singkong ?
7. Apakah ada pengaruh variasi pengolahan terhadap kadar β-karoten dalam daun singkong ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka dapat ditujuan penulisan sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian dari vitamin A.
2. Mengetahui struktur kimia dari vitamin A.
3. Mengetahui macam-macam sumber vitamin A.
4. Mengetahui manfaat dari vitamin A bagi kesehatan tubuh.
5. Mengetahui akibat jika mengalami defisiensi ataupun kelebihan vitamin A.
6. Mengetahui kandungan yang ada dalam daun singkong.
7. Mengetahui adanya pengaruh variasi pengolahan terhadap kadar β-karoten dalam daun singkong.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat di perlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan penyakit infeksi lain).
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan.Secara luas vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A/karotenoid mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol.
Vitamin A adalah salah satu jenis vitamin yang aktif dan larut dalam lemak dan disimpan dalam hati. Vitamin A terdiri dari dua bentuk yaitu vitamin A pra-bentuk dan Pro-vitamin A. Vitamin A pra-bentuk terbagi menjadi 4, yaitu: retinol, retinal, asam retinoat dan ester retinil. Sedangkan provitamin A dikenal sebagai beta karoten.
2.2 Struktur Kimia dari Vitamin A
Berikut ini merupakan struktur kimia secara umum yang terdapat pada vitamin A :
Gambar struktur Vitamin A
Vitamin A dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk prekusor (provitamin). Provitamin A terdiri dari , α β, dan γ- karoten. β – karoten merupakan pigmen kuning dan salah satu jenis antioksidan yang memegang peran penting dalam mengurangi reaksi berantai radikal bebas dalam jaringan.
Struktur kimia β - karoten.
2.3 Macam-Macam Sumber Vitamin A
Vitamin A yaitu karoten terdapat dalam berbagai macam makanan. Daging merah hati, susu, full cream, keju, mentega merupakan makanan yang tinggi retinol. Sayur dan buah-buahan berwarna hijau dan kuning seperti wortel, sayur hijau seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak, jeruk, buah peach, apricot dan minyak sayur, yaitu minyak kelapa sawit yang berwarna merah merupakan makanan yang tinggi karoten ( Hidayat, 2005, hlm. 91 ).
2.4 Manfaat dari Vitamin A bagi Kesehatan Tubuh
Vitamin A mempunyai bermacam-macam manfaat yang sangat diperlukan bagi tubuh, diantaranya :
1. Menjaga kesehatan mata
Vitamin A sangat berperan dalam proses pembentukan indera penglihatan. Vitamin ini akan membantu mengubah sinyal molekul dari sinar atau cahaya yang kemudian diterima oleh retina untuk menjadi suatu proyeksi gambar di otak kita.
2. Mencegah terjadinya kanker
Vitamin A dapat membantu sel untuk bereproduksi secara normal. Jika sel-sel tersebut tidak bereproduksi secara normal, bisa berubah menjadi pra-kanker.
3. Diperlukan untuk Ibu Hamil
Vitamin A juga sangat baik bagi ibu hamil. Karena dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan embrio dan janin, serta akan mempengaruhi gen untuk perkembangan organnya.
4. Mencegah infeksi, meningkatkan kekebalan tubuh
Vitamin A melindungi tubuh dari inveksi organisme asing seperti bakteri patogen. Vitamin ini akan meningkatkan aktivitas kerja dari sel darah putih dan antibodi di dalam tubuh, sehingga tubuh menjadi lebih resisten terhadap senyawa toksin ataupun serangan mikroorganisme parasit.
2.5 Akibat jika Mengalami Defisiensi ataupun Kelebihan Vitamin A
Kekurangan vitamin A yang parah mengarah pada berbagai perubahan fisik pada mata yang pada akhirnya akan menyebabkan kebutaan. Selain itu kekurangan vitamin A juga dapat menyebabkan kerentanan terhadap infeksi saluran pernafasan dan gangguan pada kulit.
Penyakit lain seperti penyakit paru-paru autoimun dan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Penyakit paru ini akibat kurangnya berbagai vitamin termasuk vitamin. Biasanya penyakit autonium pada paru-paru ini menyerang orang dewasa yang punya kebiasaan merokok. Namun dapat juga menyerang bayi jika kekurangan asupan vitamin A. Karena menurut tabel defisiensi vitamin, bahwa vitamin A yang memberi pengaruh lebih besar terhadap sel T pada tubuh. Sel T inilah yang berpengaruh pada imunitas tubuh.
2.6 Kandungan yang Ada Dalam Daun Singkong
Ditinjau dari segi nutrisi, kandungan zat gizidaun singkong lebih baik daripada rumput gajah. Pada Tabel 1 terlihat, bahwa daun singkong mengandung protein, lemak, kalsium energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah yang dipotong pada umur ± 40 hari .
Kandungan protein daun singkong umumnya berkisar antara 20 - 36% dari bahan kering . Kisaran ini disebabkan perbeclaan varietas, kesuburan tanah clan komposisi campuran daun clan tangkai daun. Dilihat dari tingginya kandungan protein kasar, daun singkong termasuk pakan sumber protein . Di samping itu daun singkong mengandung provitamin A yang cukup tinggi (JALALUDIN,1977) . Menurut ACKER (1971) yang melakukan pengelompokan pakan hijauan berdasarkan kualitasnya, pakan hijauan yang menganclung protein kasar di atas 10%, energi di atas 50% TDN, kalsium di atas 1,0% dari bahan kering clan kandungan vitamin A yang tinggi termasuk kelompok hijauan yang berkualitas tinggi .
Akan tetapi daun singkong juga mempunyai masalah, di samping mengandung asam amino methionine yang relatif rendah juga mengandung asam sianida yang bersifat racun.
Asam sianida
Daun singkong mengandung senyawa sianida yang terdapat dalam getah berwarna putih, yang dalam keadaan alami berikatan dengan glukosida. Menurut HENDERSHOOT et al. (1972) yang disitasi oleh SOETRISNO et al. (1981) ada 2 macam glukosida yaitu linamarin (93%) dan lotaustralin (7%). Jika jaringan sel tanaman dirusak maka enzim linamarase akan memutuskan ikatan senyawa tersebut clan membebaskan asam sianida.
Berdasarkan kandungan sianida yang diutarakan oleh SIREGAR (1994), pakan hijauan dibagi menjadi 5 kelompok sebagai berikut .
a . Kandungan sianida kurang dari 250ppm, masihrendah sekali clan belum berbahaya bagi ternak .
b. Kandungan sianida 250 - 500 ppm, masih rendah clan belum berbahaya bagi ternak .
c . Kandungan sianida 500 - 750 ppm, sedang namun sudah diragukan.
d. Kandungan sianida 750 - 1 .200 ppm, tinggi clan berbahaya .
e. Kandungan sianida lebih dari 1 .200 ppm, sangat tinggi clan berbahaya sekali .
Bahaya keracunan asam sianida
Asam sianida merupakan salah satu jenis racun yang sangat berbahaya, dalam konsentrasi tinggi dapat mematikan ternak (keracunan akut) .Keracunan asam ini dapat terjadi melalui beberapa cara di antaranya melalui saluran pencernaan (oral), pernapasan clan terserap kulit . Apabila dosis yang masuk ke dalam tubuh rendah namun jangka waktu yang cukup lama akan menyebabkan keracunan kronis serta menurunkan kesehatan.
Upaya menanggulangi pengaruh sianida
Apabila jaringan sel tanaman dirusak maka enzim linamarase akan memutuskan ikat,an linamarin sehingga sianicla terbebas . Sianida yang terbatas inilah dapat membahayakan apabila terclapat dalam bahan pakan yang diberikan dalam closis yang melampaui batas .
Beberapa cara menurunkan kandungan asam sianida daun singkong, dapat dilakukan sebagai berikut
1 . Mengeringkan, melayukan atau menyimpan dalam waktu yang lama (COURSEY, 1973) . Menurut TORRES (1976) yang disitasi oleh SOETRISNO et al. (1981), menjemur selama 72 jam kandungan sianida yang tersisa tinggal 12,8%.
2 . Merendam daun singkong yang telah di iris-iris kemudian dicuci dengan air mengalir (WINARNO, 1980) atau dengan cara merebusnya karena sifat asam sianida yang muclah larut dalam air. Menambah waktu perebusan akan menurunkan kandungan sianida sampai 70 -80% (FUKUBA et al., 1984) .
3. Penambahan unsur sulfur (S) seperti Cystine, methionine clan tiosulfat dapat mengurangi pengaruh racun sianida . Dengan bantuan enzim rhodanase sianida yang terbentuk akan dikeluarkan melalui urine (CHURCH, 1974) .
2.7 Pengaruh Variasi Pengolahan terhadap Kadar Β-Karoten dalam Daun Singkong
Faktor Pengolahan Daun Singkong
Suhu. Suhu air garam mendidih pada perlakuan A, B, C, dan D serta suhu santan mendidih pada perlakuan C dikontrol dengan pengamatan keadaan mendidih merata. Keadaan mendidih merata adalah keadaan saat gelembung-gelembung udara muncul secara merata pada semua permukaan air garam dan santan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu air garam mendidih dan santan mendidih tidak melebihi 100⁰C (titik didih air pada permukaan air laut) walaupun memiliki konsentrasi larutan (molaritas) yang lebih besar daripada air biasa, yaitu 96,8±0,4⁰C, 97±0,7⁰C, dan 97,4±0,5⁰C untuk suhu air garam mendidih dan 94,2±1,6⁰C untuk suhu santan mendidih. Hal ini disebabkan tempat pengolahan yang lebih tinggi daripada permukaan air laut sehingga titik didih cairan menurun. Suhu minyak goreng panas disamakan untuk semua pengulangan pada perlakuan D, yaitu 81,4±3,1⁰C. Suhu ini diperoleh dari penelitian pendahuluan dengan memperhatikan waktu proses pengolahan daun singkong yang umum dilakukan di masyarakat karena tidak ada ketentuan pasti pada suhu berapa daun singkong dimasukkan ke dalam minyak goreng. Penurunan suhu terjadi pada semua perlakuan pada saat penambahan daun singkong pada media pengolahan. Hal ini disebabkan oleh perpindahan panas dari media pengolahan ke bahan yang ditambahkan ke dalamnya.
pH. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa air garam bersifat basa, sedangkan santan dan minyak goreng bersifat asam. Hasil pengukuran pH sampel santan adalah 4,17. Tidak ada kerusakan fisik (warna, bau, dan rasa) pada santan. Menurut US FDA/CFSAN, pH santan berkisar antara 6,10-7,00 . Kedua nilai ini berbeda jauh meskipun sama-sama menunjukkan sifat asam. Hal ini dapat disebabkan lamanya durasi waktu antara pembuatan santan dan pengukuran pH. Pembuatan santan dilakukan pada pk 08.00 WIB dan pengukuran pH dilakukan pada pk 13.00 WIB. Santan digunakan dalam pengolahan sekitar pk 10.00 hingga pk 11.00. Ini dapat menyebabkan pH santan menurun. Santan mengandung kadar air yang tinggi sehingga kerusakan mikrobial mudah terjadi. Tumbuhnya mikroba pada santan dapat mengubah komposisi santan dengan cara menghidrolisis lemak dan menyebabkan ketengikan. Selain itu, keberadaan mikroba dapat menurunkan pH santan akibat asam yang dihasilkan oleh bakteri. Oleh karena itu, pH santan dapat menurun bila dibiarkan dalam waktu yang cukup lama meskipun belum terjadi kerusakan fisik. Santan merupakan media pengolahan yang paling asam pada penelitian ini.
Waktu. Perebusan daun singkong yang sangat muda dilakukan selama 5-10 menit. Peneliti menggunakan data tersebut sebagai perkiraan waktu pengolahan perebusan dengan air garam. Waktu pengolahan daun singkong pada masing-masing perlakuan ditentukan dari penelitian pendahuluan dengan memperhatikan tekstur dan rasa pahit olahan daun singkong. Waktu yang dibutuhkan untuk merebus daun singkong dengan air garam sehingga rasa pahit hilang dan tekstur melunak adalah 15 menit. Kemudian, pengolahan lanjutan (merebus dengan santan dan menumis dengan minyak goreng) daun singkong cukup memerlukan waktu 5 menit. Oleh karena itu, total waktu pengolahan perlakuan B, C, dan D yang dilakukan pada penelitian ini adalah 15 menit, 20 menit, dan 20 menit.
Warna dan Tekstur Olahan Daun Singkong
Warna dan tekstur dipengaruhi suhu, waktu, dan pH lingkungan dalam pengolahan. Suhu yang tinggi dan durasi pengolahan yang lama menyebabkan tekstur makanan yang lunak. Garam mempengaruhi warna dan tekstur olahan daun singkong karena larutan garam bersifat basa. Lingkungan basa dapat mempertahankan warna hijau dan melunakkan tekstur daun singkong. Keadaan ini diperlukan dalam pengolahan daun singkong yang memiliki tekstur daun yang keras. Faktor-faktor pengolahan tersebut mempengaruhi kadar β-karoten daun singkong serta warna dan teksturnya sehingga secara tidak langsung warna dan tekstur dapat menggambarkan kadar β-karoten dari daun singkong.
Ada dua macam garam yang biasa digunakan untuk mengolah daun singkong, yaitu garam dapur (NaCl) dan garam bikarbonat (NaHCO3). Garam bikarbonat yang berasal dari basa kuat sodium hidroksida (NaOH) dan asam lemah asam karbonat (H2CO3), sedangkan garam dapur yang berasal dari basa kuat sodium hidroksida (NaOH) dan asam kuat asam klorida (HCl). Oleh karena itu, garam bikarbonat bersifat lebih basa daripada garam dapur. Garam bikarbonat biasa digunakan untuk mempercepat proses pengolahan, tetapi merusak zat gizi bahan pangan. Penelitian ini menggunakan garam dapur yang lebih aman untuk digunakan dalam pengolahan sayuran daun hijau untuk mempertahankan flavor.
Warna olahan daun singkong pada perlakuan C berwarna lebih coklat karena media pengolahan yang bersifat asam yang dapat merusak klorofil pada daun singkong. Media pengolahan pada perlakuan D juga bersifat asam, tetapi warna hijau olahan daun singkong masih dapat dipertahankan karena pH minyak goreng tidak seasam santan. Media pengolahan pada perlakuan B bersifat basa sehingga warna hijau pada olahan daun singkong dapat dipertahankan. Perebusan awal daun singkong dengan air garam membantu proses pelunakkan tekstur daun singkong yang keras. Tekstur olahan daun singkong pada perlakuan C dan D lebih lunak daripada perlakuan B disebabkan oleh waktu pengolahan yang lebih lama.
Kadar β-karoten Olahan Daun Singkong
Kadar β-karoten dari yang tertinggi berturut-turut didapatkan dari pengolahan perebusan dengan air garam (B), perebusan dengan air garam dilanjutkan penumisan dengan minyak goreng (D), daun singkong segar (A), dan perebusan dengan air garam dilanjutkan perebusan dengan santan (C). Unit eksperimental yang digunakan adalah daun singkong segar seberat 100 gram. Seluruh sampel daun singkong dihomogenisasi sehingga daun singkong pucuk pertama hingga kelima tersebar merata di setiap unit eksperimental. Kemudian, ekstraksi β-karoten memerlukan sampel kurang lebih 25 gram dari tiap unit eksperimental. Pengambilan sampel ini juga membutuhkan homogenisasi pada tiap unit eksperimental. Tes homogenitas menunjukkan bahwa sampel dalam penelitian ini homogen (p=0,058).
Pengaruh Faktor Pengolahan terhadap Kadar β-karoten Olahan Daun Singkong
Marty dan Berset melakukan penelitian dengan β-karoten all-trans-isomers sintetis dan menyatakan bahwa ketahanan molekul tersebut pada suhu tinggi dipengaruhi oleh kondisi medium pengolahan. Pemanasan yang lama pada suhu 180⁰ C (pada kondisi tanpa oksigen) hanya menyebabkan sedikit kerusakan pada molekul ini. Namun, keberadaan β-karoten all-trans-isomers pada bahan pangan (dengan adanya komponen penyusun berupa pati, lemak, air, dan lain-lain) serta pencampuran secara mekanis akan memberi kesempatan masuknya oksigen dan menyebabkan kerusakan molekul β-karoten all-transisomers lebih besar.
Kondisi pada penelitian ini tidak menghilangkan paparan udara dan cahaya pada proses pengolahan daun singkong sehingga suhu dan waktu pengolahan pada semua perlakuan dapat berpengaruh pada kerusakan β-karoten. Perlakuan B mencapai suhu 96,8⁰C, perlakuan C 97⁰C, dan perlakuan D 97,4⁰C. Perlakuan B (waktu pengolahan 15 menit) mengalami proses pemanasan yang lebih sebentar daripada perlakuan C dan D (waktu pengolahan masing-masing 20 menit). Media pengolahan pada perlakuan B bersifat basa (pH 7,59), sedangkan pada perlakuan C dan D bersifat asam (pH 4,17 dan pH 6,43). Waktu pengolahan yang lebih lama menyebabkan paparan panas yang lebih lama sehingga kadar β-karoten pada perlakuan C dan D lebih rendah daripada perlakuan B. Penggunaan minyak pada perlakuan D menyebabkan daya hantar panas yang lebih cepat, namun pH media pengolahan pada perlakuan C bersifat paling asam, sehingga kadar β-karoten pada perlakuan C lebih rendah daripada perlakuan D. Faktor-faktor tersebut menyebabkan kadar β-karoten pada perlakuan B (79,534 ± 5,784 µg/g olahan daun singkong) lebih tinggi daripada perlakuan C (19,022 ± 3,509 µg/g olahan daun singkong) dan D (65,926 ± 6,244 µg/g olahan daun singkong).
Pengaruh Pengolahan Daun Singkong terhadap Kadar β-karoten Olahan Daun Singkong
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa variasi pengolahan daun singkong mempengaruhi kadar β-karoten daun singkong. Perbedaan kadar β-karoten ini disebabkan oleh berbagai faktor yang terdapat dalam berbagai macam pengolahan tersebut. Selain faktor suhu, pH, dan waktu pengolahan, faktor lain yang mempengaruhi perbedaan kadar β-karoten adalah matriks pangan, degradasi ikatan protein dengan β-karoten, keberadaan lemak pada olahan daun singkong, dan kandungan β-karoten media pengolahan.
Provitamin A bersifat lebih stabil dibandingkan dengan vitamin A karena terdapat dalam lokasi yang terhindar terhadap oksigen dalam bahan pangan, misalnya dalam bentuk dispersi koloid dalam media lemak atau dalam bentuk kompleks dengan protein. β-karoten terikat dengan komponen lemak, organel sel, maupun protein pembawa yang ada dalam bahan pangan maupun tubuh manusia.
Penelitian Castenmiller et al., 1999, menunjukkan bahwa pengolahan sayur bayam mempengaruhi matriks bahan pangan dan matriks bahan pangan mempengaruhi kadar dan bioavailabilitas β-karoten [14]. Pengolahan sayur bayam menyebabkan kerusakan pada struktur dinding sel dan penurunan keutuhan sel daun sehingga bioavailabilitas β-karoten meningkat dan kadar β-karoten yang rusak akibat paparan panas menjadi lebih banyak. Pengolahan bahan pangan menyebabkan perubahan matriks pangan yang menghasilkan efek negatif (kerusakan β-karoten akibat isomerisasi dan oksidasi) maupun positif (peningkatan ketersediaan dan bioavailabilitas β-karoten).
Daun singkong memiliki tekstur daun yang keras. Struktur serat yang memberi bentuk dan tekstur pada daun singkong berubah menjadi lunak setelah diberi panas melalui proses pengolahan. Tekstur yang lunak menyebabkan matriks pangan terbuka sehingga β-karoten yang tersedia dari olahan daun singkong lebih banyak, meskipun juga menyebabkan terpaparnya β-karoten terhadap panas. Selain itu, pengolahan bahan pangan menyebabkan degradasi kompleks protein dan β-karoten, sehingga ketersediaan β-karoten lebih besar.
β-karoten bersifat lipofilik karena struktur nonpolarnya. Oleh karena itu, β-karoten larut dalam lemak dan terikat dengan komponen lemak di bahan pangan. Selain itu, struktur molekul β-karoten memiliki banyak ikatan ganda sehingga β-karoten rentan mengalami kerusakan akibat radikal bebas pada makanan yang terbentuk akibat rancidity yang dihasilkan dari peroksidasi lemak. Peroksidasi lemak terjadi melalui tiga jalur, yaitu hydrolytic rancidity (pemutusan rantai karbon oleh air),
oxidative rancidity (proses radikal oleh oksigen di udara pada ikatan rangkap pada lemak), dan microbial rancidity (pemecahan asam lemak akibat enzim lipase yang dihasilkan oleh bakteri).
Lemak yang bersentuhan dengan udara untuk jangka waktu yang lama akan mengalami perubahan yang dinamakan proses ketengikan (rancidity). Oksigen akan terikat pada ikatan rangkap dan membentuk peroksida aktif. Senyawa ini sangat reaktif dan dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Reaksi ini bisa terjadi perlahan pada suhu menggoreng normal dan dipercepat dengan adanya sedikit besi dan tembaga yang biasa ada dalam makanan [3,18]. Ketengikan lemak umumnya terjadi karena adanya kontak dengan udara. Ketengikan lemak pada media pengolahan dan pemanasan bahan pangan dengan adanya kontak dengan udara menyebabkan hilangnya β-karoten yang bersifat antioksidan.
Kadar β-karoten pada perlakuan B (79,534 ± 5,784 µg/g olahan daun singkong) dan perlakuan D (65,926 ± 6,244 µg/g olahan daun singkong) lebih tinggi daripada daun singkong segar (43,530 ± 11,062 µg/g daun singkong). Pengolahan perebusan dengan air garam menyebabkan peningkatan ketersediaan β-karoten melalui kerusakan matriks daun singkong dan degradasi kompleks β-karoten dengan senyawa lain. Tetapi, rusaknya matriks daun singkong tetap menyebabkan paparan panas terhadap zat gizi semakin besar. Waktu pengolahan yang lebih lama pada perlakuan C dan D menyebabkan tekstur daun singkong lebih lunak dan kadar β-karoten yang rusak lebih banyak daripada perlakuan B.
Kadar β-karoten pada perlakuan D yang lebih tinggi daripada perlakuan C (19,022 ± 3,509 µg/g olahan daun singkong) dapat dijelaskan dengan tiga hal, yaitu pH, peroksidasi lemak, dan kandungan β-karoten media pengolahan. Media pengolahan pada perlakuan C, santan, bersifat lebih asam daripada perlakuan D, yang dapat merusak β-karoten lebih banyak. Asam menyebabkan isomerisasi β-karoten dari bentuk trans- menjadi cis-, sehingga ketersediaannya berkurang.
Santan dan minyak goreng dapat mengalami peroksidasi lemak melalui berbagai jalur akibat adanya kontak dengan udara selama proses pengolahan. Kedua media pengolahan ini mengandung lebih banyak asam lemak tidak jenuh, sehingga kemungkinan peroksidasi lebih banyak terjadi melalui jalur hydrolytic rancidity dan microbial rancidity. Keberadaan air pada santan menyebabkan santan lebih mudah mengalami peroksidasi dan rancidity yang dapat merusak β- karoten.
Media pengolahan pada perlakuan D adalah minyak goreng, yaitu Bimoli. Pada label gizi produk minyak goreng Bimoli, tidak tercantum kandungan vitamin A maupun β-karoten. Namun, Bimoli adalah minyak kelapa sawit dengan kandungan β-karoten alami (18.181 µg/100 g BDD) yang dapat membantu pemenuhan asupan vitamin A sehari-hari.
Pemakaian minyak goreng dalam penelitian ini adalah 20 gram tiap 90 gram daun singkong, sehingga dapat memberi tambahan β-karoten 40,402 µg/g daun singkong. Bila dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi vitamin A bagi pria dan wanita dewasa (600 dan 500 µg RE/hari), tiap 100 gram bagian yang dapat dimakan (BDD) ketiga macam perlakuan pengolahan daun singkong tersebut dapat memberikan ketersediaan vitamin A sebagai berikut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat di perlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan penyakit infeksi lain). Vitamin A dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk prekusor (provitamin). Provitamin A terdiri dari , α β, dan γ- karoten. β – karoten merupakan pigmen kuning dan salah satu jenis antioksidan yang memegang peran penting dalam mengurangi reaksi berantai radikal bebas dalam jaringan. Ada pengaruh variasi cara pengolahan (perebusan dengan air garam, perebusan dengan air garam dilanjutkan perebusan dengan santan, dan perebusan dengan air garam dilanjutkan penumisan dengan minyak goreng) terhadap kadar β-karoten dalam daun singkong. Kadar β-karoten tertinggi terdapat pada perlakuan perebusan dengan air garam, sedangkan kadar β-karoten terendah terdapat pada perlakukan perebusan dengan air garam dilanjutkan perebusan dengan santan.
3.2 Saran
1. Daun singkong harus melalui proses perebusan awal menggunakan air garam untuk menghilangkan asam sianida (HCN) yang berbahaya bagi kesehatan, mempertahankan warna hijau daun singkong, dan melunakkan tekstur daun yang keras. Perebusan awal 100 gram daun singkong muda (didapat dari kurang lebih dua ikat daun singkong) dengan air garam (dibuat dengan mencampurkan satu liter air dengan satu sendok teh garam) memerlukan waktu kurang lebih 15 menit.
2. Untuk mendapat manfaat β-karoten optimal dari olahan daun singkong, masyarakat dapat mengolah daun singkong dengan merebus atau menumisnya.
3. Daun singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan sumber vitamin A untuk mencegah defisiensi vitamin A pada anak-anak. Daun singkong dapat diberikan dengan masakan yang menarik, misalnya perkedel tahu daun singkong atau skotel daun singkong. Akan tetapi, perlu penelitian lebih lanjut mengenai ketersediaan β-karoten dalam olahan daun singkong tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Meiliana. 2014. PENGARUH PROSES PENGOLAHAN DAUN SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) DENGAN BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP KADAR β-KAROTEN. Surabaya : Indonesian Journal of Human Nutrition. Volume 1 Edisi 1 : 23 - 34
Njoku, D.N..2014. Identification of Pro-vitamin A Cassava (Manihot esculenta Crantz) Varieties. London : Taylor & Francis.
Askar, Surayah. DAUN SINGKONG DAN PEMANFAATANNYA TERUTAMA SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN. Bogor :Balai Penelitian Ternak.
Almasyhuri. POTENSl DAUN SINCKONG KERlNG SEBACAI SUMBER TAMIN UNTUK ANAK PRASEKOLAH.
LAMPIRAN